Magelang, SEMARANG Post - Semangat mengayunkan palu kayu di atas lempengan perunggu bernada menjadi momen tidak terlupakan bagi orang-orang yang mungkin selama ini belum pernah atau merasa kesulitan memainkan gamelan. Namun, berada di Omah Sakeng Ndene di desa Giritengah, kecamatan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah dibawah bimbingan Ki Tijab hanya dalam hitungan menit meski sebatas tembang sederhana kemampuan gending bisa diwujudkan.
Ki Tijab selaku penggagas sekaligus pemilik Omah Sakeng Ndene menceritakan bahwa makna dari Sakeng Ndene adalah 'Apa Daya' artinya ' Apa daya karena keterbatasan, namun harus diperjuangkan meskipun harus melewati beragam rintangan. Lalu, apa sebenarnya yang dierjuangkan lelaki paruh baya itu ?
Bekal kemampuan olah seni bersama istrinya Ki Tijab gigih mempertahankan warisan leluhur yaitu tradisi kesenian masyarakat jawa dan rumah tempat tinggalnya yang masih tergolong Unfinshed pun ia sulap menjadi 'Omah ' kreatif edukasinya bagi siapapun yang peduli akan seni dan budaya jawa disamping sebagai destinasi wisata, lebih-lebih Omah Sakeng Ndene terletak tidak jauh dari kawasan wisata Candi Borobudur.
" dulu mana ada wisatawan ke Borobudur mampir ke sini?, tapi sekarang desa Giritengah terutama Omah Sakeng Ndene ini menjadi tujuan wisata mereka " tutur Ki Tijab sambil menunjukkan album buku tamu dan koleksi foto-foto yang tepasang di dinding rumahnya.
Meskipun bukan perangkat desa, Ki Tijab bersama isterinya mampu memberikan kesadaran sosial bagi masyarakat sekitarnya untuk mengolah aset alam desa Giritengah terutama potensi seni budayanya yang mereka miliki, seperti reog, topeng ireng bahkan pertunjukkan wayang kulit yang pada akhrnya aset tersebut bisa menjadi salah satu sumber ekonomi.
Sesaat kemudian, gelegar gong besar menggema menyusul bunyi tepukan kendang di ruang Omah Sakeng Ndene, sigap isteri Ki Tijab memainkan bonang sambil bersinden membaur suluk Ki Tijab merangkum. harmoni alunan gending di Omah Sakeng Ndene.