Goethe-Institut kembali gelar Science Film Festival di Indonesia untuk kedua belas kalinya dalam format daring mulai 12 Oktober hingga 30 November 2021 dan akan menjangkau siswa-siswi SD hingga SMA di 52 kabupaten/kota di Tanah Air.
Mengangkat tema “Kesehatan dan Kesejahteraan”, festival tahun ini membawa 17 film internasional yang disertai berbagai demonstrasi eksperimen ilmiah.
Festival ini diselenggarakan secara kreatif dengan mengundang siswa-siswi untuk mengeksplorasi isu-isu kesehatan dan kesejahteraan mental serta sains dengan cara yang menyenangkan.
Tema tahun ini merujuk kepada Tujuan 3 dari 17 butir Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yaitu Kehidupan Sehat dan Sejahtera, yang diadopsi oleh PBB pada tahun 2015.
Tujuan 3 dari SDGs ingin memastikan kehidupan yang sehat dan mempromosikan kesejahteraan untuk semua pada semua rentang usia, yang sangat penting untuk pembangunan berkelanjutan.
Tema dalam Science Film Festival 2021 relevan dengan situasi dunia saat ini, ketika krisis kesehatan yang luar biasa telah menimbulkan guncangan ekonomi secara global dan menjungkirbalikkan kehidupan miliaran orang.
“Isu kesehatan dan kesejahteraan kian penting pada masa ini dan kelak setelah pandemi berakhir. Sebab itulah, pembahasan isu-isu ini secara terbuka menjadi penting pada masa sekarang, dan mengapa Science Film Festival 2021 mengarahkan fokusnya kepada sains kesehatan dan kesejahteraan melalui sejumlah film internasional terpilih mengenai topik-topik itu dan topik-topik sains lainnya. Kemajuan dan pembangunan takkan mungkin tanpa sains,” kata Dr. Stefan Dreyer, Direktur Regional Goethe-Institut untuk Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru dalam konferensi pers virtual pada Selasa, 12 Oktober 2021.
Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menambahkan,
“Kesehatan dan Kesejahteraan merupakan tema yang sangat relevan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Tema yang terambil dari 17 butir SDGs, khususnya pada Tujuan 3, sejatinya adalah cita-cita bersama mengenai masa depan yang lebih baik dan lestari. Untuk mewujudkannya, kita harus melihat kondisi dunia pada saat ini, memahami peluang perubahan, dan bertindak.”
Festival tahun ini didukung oleh sejumlah mitra utama, yakni Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi; Kedutaan Besar Republik Federal Jerman; inisiatif “Sekolah: Mitra menuju Masa Depan” (PASCH); Bildungskooperation Deutsch (BKD); SEAMEO STEM-ED; Universitas Paramadina; dan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.
Science Film Festival 2021 di Indonesia akan memutar 17 film dari Afrika Selatan, Belanda, Brazil, Jerman, Portugal, dan Thailand yang telah disulihsuarakan ke dalam bahasa Indonesia. Kategori film-film terpilih adalah sebagai berikut: edutainment keluarga; ilmu pengetahuan alam, ilmu hayati & teknologi; film pendek non-verbal & sains.
Film-film terpilih dijadualkan putar secara bergantian lewat platform Zoom kepada siswa-siswi dari 166 sekolah di berbagai kabupaten/kota, antara lain di: Aceh, Bangkalan, Bintuni, Flores Timur, Jakarta, Jayapura, Karo, Kuningan, Lembata, Medan, Payakumbuh, Pulang Pisau, Semarang, Surabaya, Soe, Sorong, Toraja, Waikabubak, Waingapu, Yogyakarta, dan masih banyak lagi. Selain itu, film-film tersebut juga akan ditayangkan di 3 pusat sains dan 6 komunitas.
Dari ke-17 film, Knietzsche and Health (2020) dari Jerman yang disutradarai oleh Anja von Kampen adalah salah satu yang mengangkat isu kesehatan. Dalam film animasi berdurasi 3 menit itu, seorang filsuf muda bernama Knietzsche bercerita tentang pentingnya kesehatan: sistem kesehatan tubuh manusia harus bekerja dengan tepat, seperti jam, agar kehidupan kita berjalan tanpa kendala.
“Tahun lalu merupakan pertama kalinya Science Film Festival di Indonesia berlangsung virtual karena pandemi. Meski berjalan secara virtual untuk kedua kalinya, antusiasme sekolah untuk berpartisipasi dalam festival tahun ini meningkat dibandingkan tahun lalu, dari yang sebelumnya hanya 24 kota menjadi 52 kota di 2021. Science Film Festival tetap berkomitmen memfasilitasi akses kepada komunikasi, edukasi, dan pertukaran budaya sains secara berkualitas di masa sulit ini,” ucap Elizabeth Soegiharto, Manajer Science Film Festival Indonesia.
Sejak diluncurkan di Thailand pada tahun 2005, Science Film Festival konsisten mempromosikan literasi sains kepada pemuda di Asia Tenggara, Asia Selatan, Afrika, Amerika Latin, dan Timur Tengah melalui komunikasi berbasis pengetahuan yang menghibur. Science Film Festival diperkenalkan dan diadakan di Indonesia pada tahun 2010 seiring dengan upaya ekspansi regional festival pada masa itu.
Dalam perjalanan waktu, festival ini telah mengukuhkan diri sebagai yang terbesar di dunia untuk jenisnya, dengan lebih dari 800.000 penonton di 28 negara selama edisi tahun 2020, termasuk 14.415 pengunjung di Indonesia. Festival tahun ini diselenggarakan secara internasional di 23 negara.
Editor: Anast